KARLOTAPOS-Artikel- Cerita Buqi Buqingale Part Akhir, beberapa musim sudah berlalu dan belum ada juga satu orang pun orang asing yang datang ke sumur tersebut.
Mereka telah membuat kebun, dan air sumur itu digunakan untuk mengairi perkebunan suatu ketika datanglah empat orang Kimalaha (kepala suku) dari tempat yang sangat jauh.

Kimalaha ini sedang berburu dan anjing-anjing pemburu mereka selalu berada di depan, tidak terduga-duga anjing-anjing itu sampai ke sumur Buqi-buqingale.
Lalu anjing itu menyalak dengan ramai saat melihat cahaya yang berkilauan di daun-daun pohon, suara anjing terdengar oleh para Kimalaha.
Mereka pun menyusul ke tempat itu dan menemukan benda yang aneh di tengah sumur, benda itu sangat indah seperti warna gelas putih.
Dua orang penjaga sumur yang ditugaskan oleh Buqi Buqingale menegur mereka. “Hai orang-orang baru, dari mana gerangan kamu ini? mengapa kamu memandang benda aneh itu?”
Salah seorang Kimalaha bertanya : “Benda ini dari mana? Bagaimana asal mula kejadiannya?”
di jawab oleh penjaga itu. “Benda ini adalah mustika si Buqi-buqingale. kami tidak tahu dari mana dan bagaimana asal kejadiannya. sesungguhnya kami hanya penjaga benda ini”.
Lalu Kimalaha-kimalaha mengaku bahwa merekalah sebagai pemiliknya benda tersebut. “Kamilah pemilik benda ini dan kami tahu asal mulanya”.
Mendengar pengakuan Kimalaha, kedua penjaga memanggil Buqi-buqingale. Mereka bersajak sebagai berikut:
“Wahai Buqi-buqingale,
Ada orang yang bermulut besar,
Datanglah kau dengan segera,
Menjenguklah kau dari jendela,
Berdirilah kau dari tangga rumah,
Ada orang dari keluarga ibumu?
Atau dari keluarga ayahmu?
Yang sangat jantan,
Yang suka mengaku-ngaku,
Kiriman dari si Dumalangi,
Mengaku pemilik mustika,
Mengaku tahu mustika”.
Buqi-buqingale datang sambil berseru:
“Akulah Buqi-buqingale,
Aku pemilik mustika itu,
Tiada yang lain pemiliknya,
Biarkanlah suara mereka,
Tiada harga dan tiada nilai,
Mengaku-aku tak berguna”.
Terjadilah keributan di tempat itu datanglah suami si Buqi-buqingale, ia berkata: “Kalau benar-benar kamu pemilik sumur dan mustika ini, cobalah kamu memanggil air itu hingga meluap”.
Kimalaha-kimalaha itu memanggil berkali-kali, namun air tetap tidak mau meluap, si Yilumoto pun berkata lagi : “Kalau demikian halnya, jelas kamu bukan pemilik sumur dan mustika ini”.
Kimalaha itu membalas dan berkata : “Kalau benar Buqi-buqingale sebagai pemiliknya, coba panggillah air sumur ini sampai meluap”.
Buqi-buqingale pun membacakan sanjaknya, sebagai berikut:
“Wahai air dari tanah suci,
Aku si Buqi-buqingale,
Aku si raja putri,
Aku keturunan asal mula mu,
Aku putri kayangan,
Meluap lah engkau,
Melebar lah engkau,
Pasang naiklah engkau,
Aku akan mengambil mustika,
Dari dalam perutmu”.
Selesai membaca sanjak itu, Buqi-buqingale menadahkan tangannya ke atas, air sumur itu pun naik, sehingga mustika itu terangkat ke atas. Buqi-buqingale segara menjemput mustika, seketika air sumur meluap sehingga mereka menjadi danau.
Danau tersebut diberi nama Limututu oleh Buqi-buqingale, karena pohon yang dipinggir danau itu adalah pohon limau. Setelah membuktikan kebenarannya Buqi-buqingale mengundang Kimalaha itu datang ke rumah.
Mustika yang di ambil dari sumur itu tiba-tiba mengeluarkan seorang bayi perempuan yang sangat molek, bayi perempuan itu cepat menjadi dewasa, oleh Buqi-buqingale anak perempuan itu diberi nama Tolangohula.
Menurut cerita orang tua-tua Tolangohula menggantikan ibunya dan menjadi raja perempuan di Limututu yang sekarang bernama Limboto, dialah yang menurunkan raja-raja di kerajaan Limboto.

Artikel ini diambil dari Buku, Cerita Rakyat Kepalawanan Gorontalo. Oleh Dr. Nanti Tuloli – STIKIP GORONTALO – 1993.
